Sejarah Dumai yang berasal dari dusun kecil yang berisi tanah gambut ternyata mengantarkan Dumai memiliki kawasan hutan yang sangat indah memberikan manfaat dan edukasi. Siapa sangka, saat ini tanah gambut di Dumai telah ditumbuhi oleh begitu banyak pohon bakau yang subur. Kini hutan bakau dijadikan tempat wisata unggulan Dumai yang berlokasi di Pangkalan Sesai.
Hutan Bakau ini mencakup Sungai Dumai dengan luas sekitar 31 hektar. Lingkungan di sekitar hutan sangat terjaga, sehingga jika Anda berwisata ke Hutan Bakau Dumai Anda akan menikmati udara yang sejuk dan bersih. Hutan Bakau Dumai juga dijadikan sebagai tempat konservasi habitat flora di Dumai, sehingga Anda juga bisa melihat berbagai jenis Bakau sebagai kekayaan hayati dari Dumai.
Bagi Anda yang tidak terlalu suka makan nasi, tapi masih ingin makan nasi juga namun yang ringan-ringan saja. Maka bubur menjadi pilihan yang tepat bagi Anda. Anda juga bisa menikmati bubur khas Dumai yaitu Bubur Lambok.
Berbeda dari bubur biasanya, Bubur Lambok berbahan baku dari Sagu. Dalam bubur akan dicampur dengan ikan teri dan kangkung yang menambah citra rasa bubur semakin nikmat. Anda juga bisa menambah topping dengan bawang goreng, ayam suwir, kecap asin, dan bawang bakung.
Bubur Lambok mudah untuk Anda temui di toko atau tempat jualan di Dumai. Tentunya bubur ini hanya bisa Anda nikmati selama Anda di Dumai saja, karena tidak bisa untuk dibawa pulang sebagai oleh-oleh. Paling nikmat jika Anda menyantap bubur ini saat bubur masih hangat di pagi hari maupun malam hari.
Dumai memiliki tradisi unik mengenai cahaya yang diyakini dapat memberikan dampak juga terhadap kehidupan masyarakat di Dumai. Tradisi unik tersebut adalah Tradisi lampu colok yang akan dibuat menyerupai bagunan mesjid. Tradisi ini bisa dilakukan setiap tanggal 27 Ramadhan dengan maksud untuk menyambut kemeriahan Hari Raya Idul Fitri setiap tahunnya. Tradisi ini diadopsi dari suku Melayu yang ada di Dumai.
Pada pelaksanaanya, masyarakat dumai akan menyiapkan ribuan botol minyak yang disusun seperti bangunan masjid dan lampu kapal lancang kuning yang akan dipasang di jalanan pintu masuk halaman rumah setiap warga. Tradisi ini diyakini menjadi harapan masyarakat untuk mendapatkan cahaya pelita untuk menerangi rumah dan jalan untuk saudara-saudara yang sudah meninggal dunia agar mudah berkunjung ke rumah saudara yang masih hidup.
Seiring perkembangan zaman tradisi colok pun berkembang, pada masa dahulu colok hanya dipasang di rumah masing-masing warga, kini colok sudah di pasang di sepanjang jalan bahkan colok pun dipasang di setiap persimpangan dengan menyerupai gapura dan juga dibentuk seperti bangunan masjid dan gambar lainnya yang menunjukan ciri khas suatu daerah. Biasanya pada malam pertama pemasangan colok berlangsung selama tiga malam, gambar masjid sangat dominan karena sangat menarik dilihat ketika coloknya menyala di malam hari.
Dalam perkembangannya, kini lampu colok tidak hanya di pasang di masjid dan rumah-rumah melainkan dipasang juga di setiap persimpangan jalan seperti gapura dan dibentuk menjadi bangunan masjid. Pada malam pertama pemasangan colok berlangsung selama tiga malam, gambar masjid dibuat dominan untuk menarik dilihat ketika coloknya menyala di malam hari.
Kota Dumai mendapatkan julukan Kota Pengantin Berseri yang merupakan singkatan dari Pelabuhan, Perdagangan, Tourism dan Industri (PENGANTIN), dan Bersih, Semarak, Rukun dan Indah (BERSERI). Julukan tersebut dilihat dari potensi yang memang dimiliki oleh Kota Dumai. Sampai saat ini terlihat bahwa Dumai emang memiliki pelabuhan besar yang menjadi salah satu faktor utama peningkatan perekonomian Dumai.
Dumai telah mengalami beberapa kali peningkatan status. Kota Dumai merupakan hasil pemekaran dari Kabupaten Bengkalis. Saat masih menjadi bagian dari Kabupaten Bengkalis, Dumai berstatus sebagai Kota Administratif, yang kemudian menjadi Kota Madya. Setelah diberlakukannya Otonomi Daerah, Dumai berpisah dari Kabupaten Bengkalis.
Nama Dumai berasal dari kata di lubuk dan umai (sejenis binatang landak) yang mendiami lubuk tersebut. Karena sering diucapkan cepat, lama kelamaan kata-kata tersebut bertaut menjadi d'umai dan selanjutnya menjadi dumai. Pada era tahun 1930-an, Dumai merupakan suatu dusun nelayan kecil yang terdiri atas beberapa rumah nelayan. Penduduknya bertambah ketika Jepang mendatangkan kaum romusha (pekerja paksa jaman penjajahan Jepang) dari Jawa.